watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

DAUN BEREMBUM


Kejadian ini merupakan suatu sejarah kehidupan
biruku beberapa tahun yang lalu, tepatnya 27
Maret 1993, hampir setahun setelah lulus SMA di
Magelang dan sedang menunggu panggilan
bekerja dari sebuah perusahaan penerbangan di Jakarta.

Pagi itu, aku bangun dengan penuh semangat,
ada janji jalan-jalan bersama mantan adik kelasku
di SMA **** (edited). Hari itu hari libur sekolah.
Namanya Enno **** (edited), dia seorang penyiar
remaja yang cukup dikenal di kota kecil itu, pada
masa itu. (kalau ada yang kenal, tolong salamin
ya?)
Dengan Astrea 800 warna merah kesayangan,
kujemput dia sekitar pukul sembilan pagi. Saat
kebetulan sampai di sana Enno memang baru
menungguku. Sementara menunggu Enno
mandi, aku ngobrol dengan mamanya. O iya, si
Enno tinggal berdua dengan mamaknya (dia
panggil ibunya ‘emak’)
Tak lama kemudian Enno selesai mandi, emaknya
masuk ke ruang tengah. Ruang tamu cuma kita
bedua, setelah Enno berganti baju, adegan French
kiss mengalun begitu saja.

Singkat cerita,kayaknya kok tidak nyaman kissing di ruang
tamu, lalu kita sepakat untuk jalan-jalan saja.

Tepat pukul sepuluh, setelah sedikit berbasa-basi
dengan mamanya, kita pergi menuju ke
pinggiran kota. Sepanjang jalan kami sama-sama
diam tak tahu mau ke mana. Kuarahkan sepeda
motorku ke arah Borobudur, sebelum sampai ke
kawasan candi, kubelokkan motorku ke arah kali
Progo (melewati Mendut) menuju daerah Ancol
salah satu tempat pacaran favorit di pinggiran
kota Magelang. Dan di sana kissing kita teruskan
lagi, maklum waktu itu status kita belun resmi
pacaran, baru hobby sama lagu Slank “Ameican
style” gitu.. Kita belum terpikir untuk melakukan
hubungan badan yang terlalu jauh waktu itu.

Namun, setiap hal pasti memiliki sebuah awal,
dan hanya alamlah yang tahu dari mana sang
awal itu berasal.
Tiba-tiba langit menjadi gelap (Padahal pagi tadi
cerahnya bukan main). “Nduk.., (begitu panggilan
sayangku padanya) kayaknya mau ujan nih..”.
Gendhuk diam saja, Untuk beberapa saat dia
memandangi mukaku yang hancur seperti si
Komar 4 sekawan itu. Pandangannya agak
meredup, lalu dia memelukku, satu kecupan
mendarat di bibir tebalku, sesaat kemudian kulihat
Gendhuk tersenyum penuh arti dan matanya
seolah ingin mengatakan sesuatu. Meskipun tiada
kata cinta yang terucap, aku hanya mengerti, apa
arti senyumannya itu.

Tanpa banyak tanya, aku starter lagi motorku
yang sejak tadi kuparkir di pinggiran sungai
Progo, aku pacu seolah ingin berburu dengan
hujan yang sewaktu-waktu mungkin tiba.
Kupegang tangannya, kutarik agar dadanya lebih
menempel di punggungku, terasa payudaranya
yang mulai ranum itu menusuk lembut mata
punggungku.
Setelah beberapa kilometer kuhentikan motor dan
kusuruh dia duduk di depan. Kujalankan lagi
motor pelan-pelan. Saat itu gerimis mulai turun.
Sementara dari kejauhan, kota Magelang sangat
gelap, mungkin sudah deras hujannya. Posisi
duduk kami di motor sangat romantis, Aku
duduk di belakang, tangan kananku memegang
stang gas, tangan kiriku menggenggam erat
tangan kanannya. Tangan kiri Gendhuk memegar
stang kiri.

Sambil menyanyikan lagu Nothings Gonna
Cahange, kusuruh tangan kanannya berpegangan
pada speedometer. Sementara secara naluri,
tangan kiriku mulai masuk ke sweaternya. Kucari
dua gundukan itu, lalu kuremas-remas setelah
kudapatkan.
Motor kami masih berjalan pelan menyusuri jalan
Borobudur - Magelang. Kendaraan lain hanya
terkadang lewat, suasana alam cukup
mendukung keberadaan kami untuk berduaan
saja.
Setelah beberapa menit, langit semakin
menghitam, sementara Enno mulai menggeliat
sembari mendesis-desis kecil. Saat tanganku
berpindah ke arah celana jeans-nya, Enno tak
melarangnya. Aku buka ritsluitingnya, kudorong
sedikit duduknya sehingga posisinya agak
kupangku, kumasukkan tangan kiriku ke dalam
celananya, kumainkan jariku sedapat-dapatnya.
Teman-teman, meski kejadiannya di atas motor,
namun sensasi yang kami rasakan lumayanlah.

Bulu-bulunya terasa halus di ujung jemariku dan
sedikit ke bawah kemudian, jariku menyentuh
kewanitaannya secara acak demikian juga
klitorisnya. Sedikit desahan tersendat kurasakan di
dadaku karena memang posisiku menempel ketat
di belakangnya, sementara itu si ucok sudah tidak
peduli terhadap cuaca yang lumayan dingin
karena gerimis.
Lalu bagai tak sadar, tangan Enno merayap ke
belakang, mencari-cari pusakaku. Aku tahu
posisinya agak sulit buat dia, makanya aku
membantu buka ritsluiting celanaku, kubimbing
tangannya memasukinya. Dan apa yang kami
rasakan pastilah bisa kalian bayangkan saudara-
saudaraku..

Tak berapa lama kemudian, kami putuskan untuk
tidak langsung pulang ke rumah, kepalang
tanggung, jam sudah menunjuk angka dua.
Setelah ber-petting di motor, kuarahkan motor
melaju menuju Muntilan. Karena arah Magelang -
Muntilan adalah jalan utama, kami menghentikan
aktifitas kami yang cukup melelahkan perasaan
dan tenaga tersebut.
Kupacu sepeda motorku sampai di Blabag
(sebelun Muntilan) kubelokkan stang ke kiri
mendaki menuju arah gunung Merapi. Saat itu
aku yakin, walau kubawa ke manapun dia tidak
akan menolak. Benih cinta itu kami rasakan
sedang berkembang saat itu. O Iya, sebelumnya
kami sudah bertukar tempat duduk lagi sehingga
aku di depan, sedangkan tangannya sudah tak
mau lepas dari kepala kentangku, malah sekarang
kedua tangannya telah masuk ke dalam. Motor
tetap kupacu sekitar 40 Km/jam, kendaraan
banyak berseliweran tapi kami sudah tak peduli.

Enno masih melayang dengan kedua tangan di
dalam celanaku dan tertutup oleh ujung
sweaterku, sehingga orang sekilas akan mengira
tangannya hanya memeluk pinggangku saja.
Sementara aku masih berjuang untuk tetap
konsentrasi mengemudikan motor ke arah
Kedung Kayang, suatu tempat sakral para sejoli
mencari tempat pacaran. Kedung Kayang terletak
di tepian gunung Merapi, berupa sebuah jurang
yang dalam dengan panorama yang luar biasa
indahnya. Teman-teman, sebenarnya aku tak
tahu kenapa kita ke tempat itu, (bukannya ke hotel
misalnya..) naluri membawa tanganku untuk
menuju ka sana.

Sementara hujan akan segera mengucur..
Sampai di Kedung Kayang suasana sangatlah
sepi. Tak satupun kendaraan terparkir di sana.
Maklum mendung dan gerimis. Kami turun dari
motor, sedikit berjalan ke arah sebuah tempat
berteduh, berjalan beriringan tanpa satupun kata
terucap, kepala kami terlalu sarat dengan apa
yang baru saja kami lakukan. (sebagai info: saat
itu adalah pertama kali melakukan petting,
sebelumnya hanya French kiss aja..)
Gerimis mulai lenyap berganti hujan, kami telah
cukup selamat berteduh, meski baju kami agak
basah. Mata kami hanya saling beradu, cukup
lama.. Kami tidak tahu mau berkata apa, tetapi
kami juga tidak merasa menunggu apa-apa. Di
beberapa detik berikutnya, tangan kami telah
berpegangan. Kuusap pipinya dengan beribu kata
di hati. Terasa ada gemuruh, entah di dalam
dada, entah di luar sana geledek yang lewat.
Seiring dengan beriramanya hujan yang makin
menderas, secara refleks kepala kami saling
menyongsong, bibir kami saling berpagut.., lama
dan mesra. Kedua tanganku memegangi kedua
sisi rahangnya, lidah kami menari bersama.

Kurasakan tangannya mulai naik merangkul
leherku, semakin lama makin erat pegangannya.
Kuturunkan bibir dowerku ke arah leher
jenjangnya, kuciumi dengan nafsu yang sedikit
kupendam sehingga tak meluap begitu saja.

Tiba-tiba kepalanya terdongak, dan kali itulah aku
www.ceritaindo.sextgem.com melihat seorang wanita menggelinjang.. indah
sekali, tangannya yang mengejang menambah
erat pelukan di leherku. Kuhentikan secara
mendadak ciumanku di lehernya, sempat kulirik
hujan telah turun dengan derasnya bagai
kesetanan.
Enno sempat kaget saat kuhentikan ciumanku.
Aku tersenyum, lalu dengan cepat kusambar lagi
lehernya dengan nafsu yang tak dapat kutahan
lagi. Kujilati lehernya, aku cupang pangkal
lehernya.
Irama hujan seolah menabuhi apa yang kami
lakukan. Desahan nafas kami sama-sama
memburu bagaikan bernyanyi dengan alam
Kedung Kayang yang angker keindahannya. Lalu
dengan kasar kunaikkan t-shirtnya sampai ke
lehernya, kupegang pantatnya dengan tangan
kiriku kuremas-remas dengan gemas, dan tangan
kananku menarik kutangnya ke atas searah t-shirt
yang kuangkat tadi. Kutemukan dua gundukan
indah yang lebih ranum dari Merapi yang usianya
sudah seumur bumi. Kumainkan kedua
putingnya bergantian, kugosok sejadi-jadinya
hingga wajahnya merah merasakan kekasaranku.

Desahan-desahannya sudah tak kuhiraukan lagi
(kelak aku meyadari bahwa cinta dan nafsu
ternyata bagaikan Qobil dan Habil anak Adam dan
Hawa). Kudorong tubuhnya ke arah tembok agar
tak terlalu berat menyangga beban berat
tubuhnya yang disesaki berahi itu. Kumajukan
kaki kiriku ke arah selangkangannya, kutundukkan
kepalaku dan kujilati puting susunya, kusedot-
sedot dengan kekuatan penuh seperti dendam
pada sang hujan kenapa baru sekarang aku
dikenalkan dengan kenikmatan seperti ini.
Kugesek-gesekkan kaki kiriku ke pangkal pahanya,
matanya merem melek tak tahu sudah sampai di
mana otaknya yang melayang. Aku masih tak
perduli, sex is sex..

Kini badannya lemas tidak.., kakupun tidak, hanya
kepasrahan saja yang kudapati di raut mukanya
yang tak lagi manis itu dan tak lagi cantik itu
karena mataku juga sudah khilaf.
Setelah beberapa cupanganku menghiasi sekitar
putingnya, kini dengan satu tangan kuremas
pantat, satu tangan lagi berkarya di ritsluitingnya.
Kubuka celananya, masih dengan nafas yang
memburu, kulorotkan celananya sampai
dengkulnya, kumasukkan tangan kananku ke
dalan CD-nya, bagai tanpa perasaan lagi
kumainkan dengan ganas vaginanya, kusentil-
sentil sekitar clitorisnya, dia melenguh di dunia
tanpa akal. Kumasukkan jari tengahku ke arah
lubang vaginanya, kumasukkan dengan ganas,
kuputar-putar jari tengahku di dalam vaginanya
yang sedamg ranum-ranumnya. Sambil kusedot
dengan kuat susu kirinya, aku mainkan tangan
kiriku di lubang pantatnya, masih terdengar jelas
suaranya memanggil-manggil namaku dengan
penuh kenikmatan.

Akhirnya setelah orgasme yang kesekian baginya,
kubuka celanaku, kuturunkan sebatas dengkul,
kuturunkan juga celana dalamku, dengan posisi
agak jongkok, kutarik kaki kiri pasanganku,
dengan galak kunaikkan sedikit kakinya lalu
dengan penuh nafsu kuarahkan moncong
“hidung” pinokioku ke arah lubang sorganya.
Susah, sempit dan erangan perih terdengar lirih di
antara erangan kenikmatannya.
Kini matanya terbuka, dipandanginya aku dengan
sorot yang tak bisa kulukiskan dengan kata-kata,
lalu dengan cepat mulutnya menyambar
mulutku. Permainan bertambah panas setelah itu,
seolah-olah kami sudah tak ingin membuang
waktu lagi. Dengan isyaratnya, kuhujamkan
penisku dengan agak kasar, kurasakan mulutnya
seakan menahan sesuatu saat berpagut dengan
mulutku, tapi kini kami tak perduli. Dengan saling
bantu, akhirnya sedikit-demi sedikit penisku
berhasil ditelan dengan mesra oleh vaginanya.

Benar-benar basah, panas dan berjuta perasaan
meledak di dalam dada saat kurasakan vaginanya
bagaikan mulut bayi yang menghisap
kempongnya dengan gemas.
Agak lama juga kami saling menggocok,
menggoyang dan bertempur lidah.., sampai
akhirnya batas kemampuan kami berdua telah
sampai di ambang batas, dengan di awali suara
gelegar geledek di atas tempat kami berlindung,
sebuah erangan keras dan tubuh mengejang
sama-sama mewarnai hari bersejarah tersebut.

Kami mencapai orgasme bersama-sama semenit
sebelum kaki kami lunglai menahan berat beban
nafsu kami.
Sekitar setengah menit kemudian kami
berpelukan, kedua alat reproduksi kami masih
berpelukan juga. Lalu hujan berhenti berganti
dengan gerimis. Kami rapikan lagi baju kami
berdua. Kami terdiam, menatap pemandangan
basah di sekitar kami. Indah.., seindah suasana
selanjutnya saat kupeluk tubuhnya dari belakang,
dan kami menikmati sisa-sisa orgasme kami.

Beberapa saat kemudian serombongan keluarga
melewati kami. Aku bersyukur, mereka tidak
datang sejak tadi mengingat tempat kami
berkarya tadi relatif sangat terbuka. Seorang ibu
sempat mengernyitkan dahinya melihat kami
berpelukan. Kulepaskan pelukanku, kumundur
beberapa langkah ke belakang dan kulihat bagian
belakang kaosnya berwarna merah.
“Ndhuk..”, aku memanggilnya dan memberi
tanda dengan mataku ke arah bagian bawah
kaosnya. Sedikit ekspresinya menandakan
kekagetannya. Darah.. Ya, sore itu kami
melepaskan keperawanan kami berdua. Lalu dia
tersenyum. Kami berpandangan, lalu berpelukan.

Setelah gerimis agak reda, waktu telah
menunjukkan pukul lima seperempat. Kami
pulang dengan wajah sangat bahagia.


Adult | GO HOME | Exit
1/1118
U-ON

inc Powered by Xtgem.com